Sunday 22 September 2013

Jangan Melihat Sepintas


Mengingat kembali kisah perjuangan para sahabat dalam perang Uhud, bagaimana setelah selesai perang tampak bergelimang mayat syuhada, maka Abu Sufyan berdiri dipuncak sebuah bukit bersorak sorai mengejek sambil memanggil menyebut nama-nama orang mukmin yang disangkanya telah tewas diantaranya memanggil Abu bakar dan Umar. Kalau tidak menjawab maka pengikut Abu Sufyan bergembira hati karena jika tidak menyahutnya berarti mereka sudah mati. Abu Sufyan amat bangga dengan berhalanya Uzza Tuhan dalam perjuangannya. Mereka memang telah berhasil dapat menewaskan 70 orang beriman diantaranya adalah Hamzah bin Abdul Muthalib namun Allah menerangkan bahwa ternyata kemenangan yang nampak dimata manusia itu tidaklah menutupi apa yang tak tampak dihati mereka yaitu rasa takut dan ngeri yang semakin bertambah, terlebih setelah ternyata Umar yang masih hidup menjawab teriakan Abu Sufyan “pelindung kami adalah Allah dan tidak ada pelindung bagi kamu!”.

“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim” (Ali Imran:151)

Bagaimana kita mengambil kisah ini dalam kehidupan kita saat ini? Tetap tidak berubah bahwa sesungguhnya kekufuran itu apapun bentuknya membuat manusia selalu diliputi oleh rasa takut, sebab manusia tidak bisa memanipulasi hati nuraninya sendiri bahwa sikap pengingkaran kepada Allah adalah salah. Ini juga menjadi pelajaran penting agar kita tidak menjadi lemah pandangan mata hati kita dalam memandang setiap persoalan, agar hati kita selalu terasah dan tajam dalam memperjuangkan kehidupan ini terutama realita yang terjadi dalam masyarakat yang heterogen yang jauh dari zaman para nabi, bisa jadi sebagai masyarakat yang biasa-biasa saja dihadapan manusia tapi bagaimana bisa menjadi masyarakat yang luar biasa dihadapan Allah diantaranya dengan tidak terpedaya oleh “kesan sepintas” dan meninggalkan segala bentuk kekufuran.

Untuk apa kita bangun dari tidur, untuk apa kita makan, untuk apa kita bertahan dan untuk apa kita mati? Inilah landasan yang harus diingat bahwa kesucian niat itu harus senantiasa segar agar kita tidak “hidup begitu saja” atau bersuka cita yang tidak jelas mengurangi waktu. Bahwa kemenangan besar itu harus dimulai dari kemenangan kecil dan halus dalam bentuk niat bahkan sejak membuka mata dipagi hari.

Kehidupan boleh berubah sesuai era dan zamannya tapi cara pandang kita dalam iman tidak boleh berubah kecuali berubah semakin baik dan kokoh jauh dari kekufuran dan penyimpangan. Peka terhadap “istilah” yang kriterianya dibuat oleh aturan manusia sebagaimana kita tidak tertipu oleh kesan sepintas kemenangan Abu Sufyan padahal rapuh didalamnya. Memang pelajaran dari perang uhud sangat mahal selain kekalahan yang diakibatkan oleh kesalahan yakni tidak mematuhi perintah Rosulullah, namun penulis ingin mengambil pelajaran dari sisi yang lain bahwa kisah itu mengingatkan kita agar kita tidak gentar dengan keadaan saat ini. Kesan seolah orang-orang kafir itu sepintas memiliki kekuatan, sepintas terlihat hebat dan menang atas terbantainya umat islam dibeberapa belahan tempat di dunia juga tidak berkecil hati atas keterbatasan yang kita miliki, seperti kata Umar bahwa pelindung kami adalah Allah.

Sebaliknya selain kita tidak boleh gentar, disatu sisi kita bisa belajar agar kita juga tidak melakukan hal yang sama, sepintas dari luar kita terlihat hebat dan besar tapi rapuh didalam. Tidak terjebak oleh istilah modern (modernisasi) karena tidak semua istilah modern itu sesuai dengan jalan islam. Tanamkan juga hal ini pada diri anak-anak kita agar hati kita hanya tunduk pada aturan yang sejalan dengan islam saja dan tidak ragu dan malu untuk berbeda juga tidak ikut-ikutan supaya kelihatan keren sepintas tapi menyimpang. Tidak terpedaya dengan istilah hebat yang maknanya jauh dan salah baik arah dan tujuan. Opini itu memang bisa menjebak bila kita tidak menyadarinya, seperti istilah sukses yang ukurannya atau mizannya adalah duniawi semata membuat sebagian manusia berlomba-lomba memperlihatkan (meng up date) kesuksesannya dengan berbagai cara. Semua digiring perlahan-lahan dengan gerak yang halus tidak terasa tiba-tiba saja sudah menjadi sebuah kebiasaan yang umum terjadi, orang melihatnya sebagai kesuksesan secara sepintas padahal bukan ini yang diharapkan.

Kata tatafakaruun didalam Al Quran selalu didahului dengan kisah-kisah ataupun tanda-tanda kekuasan Allah sebagai hadiah atau petunjuk buat orang-orang yang berfikir. Berfikir itu seperti yang kita ketahui tidak bisa “sepintas”, tapi butuh waktu merenung, memikirkannya, diamati, dipelajari hingga meresap menjadi sebuah keyakinan. Bagaimana kita bisa memahami sesuatu, bagaimana bisa setuju terhadap sebuah pandangan bila kita tidak punya waktu untuk merenung dan memikirkannya. Itu semua agar manusia bisa menghemat waktunya terhadap hal yang sia-sia, karena hidup ini teramat singkat, andaipun manusia menghabiskan waktunya untuk beribadah itu tidak pernah akan cukup untuk menebus karunia yang sudah diberikanNya apalagi bila kita lalai dan terpadaya, padahal sehebat apapun kita dihadapan manusia pada akhirnya kita akan menghadapNya jua.

Meluruskan niat adalah obat hati sebelum perubahan amal, karena membangun pesona dihadapan manusia adalah seperti membangun/menanam pohon yang rapuh. Mari memperbaikinya karena agama ini Allah ibaratkan seperti pohon yang akarnya menghujam kuat kedalam bumi yang memiliki cabang-cabang yang menjulang kelangit. Dia harus teguh bukan hanya “tampak” teguh dan kokoh tapi memang benar kesolihannya. Bagaimana kalimat laa ilaa haillallah itu melekat kuat yang justru tampak hebat keasliannya disaat-saat kesendiriannya jauh dari perhatian manusia menghindar dari sepintas kelihatan solih dengan ibadahnya yang tidak diperlihatkan. Baik shalatnya, khusyu’nya, tetesan air mata rindu kepadaNya, bukan sebaliknya tampak sukses dalam pandangan manusia tapi rapuh, shalatnya terkatung-katung dipenghujung waktu, lelah dan letih, ruh jiwanya kering kerontang, sepi dan galau gelisah tidak puas serta bimbang. Ini baru persoalan shalat belum kewajiban dan amanah lainnya.

Bilal yang dalam pandangan manusia hanyalah seorang budak berkulit hitam namun dengan keimanannya membuat ia mulia dihadapan Allah yang apabila ia marah maka Robbul ‘izzati pun marah. Begitu juga dengan Ibnu Mas’ud yang betisnya saja diperhatikan oleh Allah dan nilainya lebih dari gunung uhud. Rosulullah saw pernah bersabda:

“Berapa banyak orang yang kusut rambutnya, berdebu wajahnya, berpakaian dua kain usang serta tidak dihiraukan manusia, akan tetapi kalau dia sudah bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkan sumpahnya itu. Dan diantara mereka adalah Bara’ bin Malik” (Disebutkan shahih dalam Shahih Al Jami’ As Shagir 4573).

Merekalah diantara para sahabat yang memiliki kekokohan iman jauh dari kerapuhan meskipun dalam pandangan manusia kusut, berdebu atau berkulit hitam yang mungkin sama dalam zaman sekarang orang-orang seperti ini akan dihiraukan oleh kebanyakan manusia.

Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al Hajj: 18)

Semoga kita semua diberi kesempatan untuk senantiasa memperbaiki diri, diberi petunjuk dan kekokohan serta diberi kebaikan yang diinginkan oleh para nabi dan Rosul serta orang-orang beriman dan dilindungi dari keburukan yang para nabi dan Rosul serta orang-orang beriman berlindung darinya,amiin.




Sebelumnya:




Teh Bunga Kamboja Kuning




Biasanya orang pasti terkejut ketika pertama kali mendengarnya, apakah bisa bunga kamboja dijadikan teh?. jawabannya bisa, inilah salah satu karunia Allah yang tersembunyi dan baru tersingkap. Kekayaan alami yang sangat mudah didapat baik dari sisi menanamnya dan proses membuatnya. Yang tak kalah mengejutkan adalah kandungan khasiatnya yang ternyata kaya manfaat. Tanaman kamboja ternyata banyak mengandung senyawa kimia yang sangat bermanfaat untuk kesehatan baik dari bunganya, kulit batang, daun dan getahnya bisa dibuat untuk obat. Getahnya mengandung damar dan asam plumeria. Sementara akar dan daunnya mengandung saponin, polifenol, alkaloid dan fenetilalkohol. Tanaman kamboja juga mengandung senyawa fulvoplumierin yang bermanfaat untuk radang saluran pernafasan, TBC, mengambat disentri dan hepatitis. Dan bunganya juga bisa dimanfaatkan diolah seperti bunga pepaya ataupun dijadikan salad.

Khasiat lain dari bunga kamboja adalah antara lain untuk meredakan demam, melancarkan air seni, menghentikan diare dan batuk. Begitu juga dengan teh bunga kamboja sangat berkhasiat memberikan efek sejuk untuk pencernaan baik bila diminum rutin.

Caranya sangat mudah, keringkan bunga kamboja dengan cara dijemur atau diangin-anginkan. Setelah kering bilas dengan air matang dan seduh dengan air mendidih seperti dibawah ini


Untuk hasil maksimal gunakan madu sebagai pengganti gula, karena sebagaimana kita ketahui gula pasir akan mengurangi manfaat bila dicampur kedalam herbal, bisa ditambahkan irisan potongan jahe untuk penghangat dan mengatasi sakit kepala ataupun lelah. Nah selamat mencoba kini teh herbal organic yang sehat bisa mudah kita dapatkan.